Istri yang Cerdas
KELUARGA – Istri yang cerdas itu, jika mencintai seorang laki-laki (yang kelak menjadi suaminya pen.), maka ia akan menjadikan laki-laki itu lebih dekat kepada Allah daripada dekat kepada dirinya sehingga laki-laki itu takut kepada Allah dalam urusan dirinya.
Rangkaian kata-kata ini memang bukan berasal dari ayat Al-Qur’an ataupun hadis Rasul, tetapi bisa kita anggap sebuah nasihat untuk kita, para istri. Sangat layak untuk kita renungkan dan menjadi bahan introspeksi. Terkadang, bahkan kerap kali, tanpa kita sadari, kita menghendaki agar suami kita lebih dekat kepada kita daripada kepada Allah.
Tidak kita mungkiri bahwa setiap manusia lahir ke dunia ini telah Allah anugerahi potensi kehidupan berupa garizah (naluri) dan hajatul udhawiyah (kebutuhan jasmani). Dengan naluri tadayyun (menyucikan sesuatu), maka akan memunculkan perasaan untuk menyucikan Allah, mengagumi ciptaan Allah yang selanjutnya akan memunculkan cinta kepada Allah, dan hanya mau beribadah kepada Allah.
Demikian halnya naluri nau’ (melestarikan keturunan) yang akan memunculkan perasaan untuk mencintai pasangan, anak, orang tua, dan saudara kita. Ini semua merupakan hal yang alami ada pada setiap manusia, karena Allah memberikan potensi ini ke seluruh manusia dan Allah pun telah memberikan rambu-rambunya sehingga kita tidak terjerumus kepada cinta yang diharamkan.
Tidak ada seorang pun di dunia ini yang dapat hidup tanpa cinta. Hidup tanpa cinta adalah kehidupan semu yang tidak bernilai. Hati yang kosong dari cinta adalah hati yang beku dan keras. Jasad yang hidup tanpa cinta adalah jasad yang hidup segan mati tidak mau.
Setiap manusia hidup dengan cinta. Karena itulah, manusia yang kehilangan rasa cinta sering kali menderita bahkan tidak jarang seolah-olah kehilangan gairah hidup. Karenanya memang Islam mengatur sedemikian jelas bagaimana mengarahkan rasa cinta ini, kecintaan kepada Allah di atas segalanya.
Islam Telah Mengajarkan Keluarga Muslim tentang Cinta
Sesungguhnya Islam, sebagai din yang sempurna, dengan pedoman utamanya yaitu Al-Qur’an, telah memberikan pemisalan takaran cinta kepada Allah Swt. dan keluarga, baik kepada orang tua, pasangan, anak, ataupun saudara kita yang lainnya, sebagaimana firman Allah Swt.,
قُلْ اِنْ كَانَ اٰبَاۤؤُكُمْ وَاَبْنَاۤؤُكُمْ وَاِخْوَانُكُمْ وَاَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيْرَتُكُمْ وَاَمْوَالُ ِۨاقْتَرَفْتُمُوْهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسٰكِنُ تَرْضَوْنَهَآ اَحَبَّ اِلَيْكُمْ مِّنَ اللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖ وَجِهَادٍ فِيْ سَبِيْلِهٖ فَتَرَبَّصُوْا حَتّٰى يَأْتِيَ اللّٰهُ بِاَمْرِهٖۗ وَاللّٰهُ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الْفٰسِقِيْن
“Katakanlah, ‘Jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, istri-istrimu, keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perdagangan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, lebih kamu cintai dari pada Allah dan Rasul-Nya serta berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah memberikan keputusan-Nya.’ Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.” (QS At-Taubah: 24)
Melalui ayat ini, Allah Swt. telah memberikan penjelasan kepada kita tentang pemisalan timbangan cinta. Cinta kepada orang tua, anak, saudara, istri, keluarga, harta kekayaan, perniagaan, dan tempat tinggal diletakkan pada piring timbangan pertama. Kemudian cinta kepada Allah, Rasul-Nya, dan jihad di jalan-Nya diletakkan pada piring timbangan kedua.
Jika piring timbangan pertama lebih diunggulkan daripada yang kedua, kehancuran bakal menimpa kita. Artinya, kita harus mendahulukan kecintaan kita kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya dibandingkan dengan kecintaan kita kepada yang lainnya.
Permisalan timbangan cinta ini menunjukkan perbandingan kekuatan cinta. Oleh karena itu, Allah Swt. tidak memerintahkan untuk mencintai-Nya begitu saja, tetapi Allah menuntut hamba-Nya agar lebih mencintai-Nya daripada yang lain.
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَّتَّخِذُ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ اَنْدَادًا يُّحِبُّوْنَهُمْ كَحُبِّ اللّٰهِ ۗ وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَشَدُّ حُبًّا لِّلّٰهِ ۙوَلَوْ يَرَى الَّذِيْنَ ظَلَمُوْٓا اِذْ يَرَوْنَ الْعَذَابَۙ اَنَّ الْقُوَّةَ لِلّٰهِ جَمِيْعًا ۙوَّاَنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعَذَابِ
“Sebab, di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. Dan, jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).” (QS Al-Baqarah [2]: 165)
Oleh karena itu, mencintai keluarga diwujudkan melalui jalinan silaturahmi, mencintai orang tua diwujudkan dengan birrul walidain. Mencintai anak diwujudkan melalui kasih sayang. Mencintai saudara diwujudkan melalui kerja sama dalam kebaikan. Sedangkan mencintai harta kekayaan, perniagaan, dan tempat tinggal diwujudkan sebagai sarana peningkatan penghambaan kepada-Nya. Lalu, bagaimana dengan kecintaan terhadap pasangan?
Cinta kepada Suami Mendekatkan Suami kepada Allah, Bukti Istri yang Cerdas!
Islam telah mengajarkan kepada pasangan suami istri agar menjadikan kecintaan tertinggi dan utama adalah kecintaan kepada Allah Sang Pencipta daripada kecintaan-kecintaan lainnya, termasuk kecintaan kepada pasangan. Ini artinya menjadikan ketaatan kepada Allah menjadi hal utama yang harus dikedepankan.
Bukti kecintaan kita kepada pasangan adalah dengan mendekatkan pasangan kita kepada Allah, dibandingkan mendekatkan pasangan kepada diri kita. Dari sini akan muncul kecintaan suami kepada istri dalam bentuk perlindungan dan pengayoman, sedangkan kecintaan istri kepada suami dalam bentuk ketaatan.
Istri sudah seharusnya selalu berusaha mendorong suami untuk selalu dekat kepada Allah, yaitu mendorong suami untuk melaksanakan seluruh perintah-perintah Allah, meskipun untuk menunaikannya membutuhkan pengorbanan. Inilah bukti kecintaan kita kepada suami. Semua ini kita laksanakan semata-mata karena iman yang terpatri dalam dada.
Ketika suami kita, kepala keluarga kita, pemimpin dalam rumah tangga kita selalu mendekat kepada Allah, maka ia akan mampu menjadi nakhoda yang akan membawa biduk keluarga ini mengarungi lautan dengan aman dan tenteram, meskipun ombak, gelombang, atau bahkan badai menghantam. Ia akan selalu kembali mendekat kepada Allah, kembali kepada aturan-aturan Allah.
Dengan begini keluarga yang dipimpinnya akan penuh dengan ketenteraman dan keberkahan, sekalipun bukan berarti tanpa ada gangguan. Karenanya, dibutuhkan keteguhan dari seluruh anggota keluarga, terutama peran istri untuk senantiasa menjaga kedekatan suami–sebagai kepala keluarga—kepada Allah Swt..
Sebagai seorang istri, apa yang bisa kita upayakan?
1. Selalu menumbuhkan cinta karena Allah Swt..
Mahabbah fillah harus senantiasa kita tumbuhkan dalam keluarga, terlebih antara kita dan suami, harus senantiasa dipupuk sebagai perekat persahabatan di antara kita dan suami. Kecintaan kita karena Allah Swt. akan muncul karena adanya keimanan dan membawa kepada ketaatan kepada-Nya. Jika pun ada yang tidak disukai dari suami, itu karena kita tidak rela sahabat kita–suami kita–melakukan kemaksiatan dan kemungkaran kepada Allah Swt. Rasul saw. bersabda,
“Siapa saja yang memberi karena Allah, menolak karena Allah, mencintai karena Allah, membenci karena Allah, dan menikah karena Allah, berarti ia telah sempurna imannya.”(HR Al-Hakim)
2. Saling menasihati dan memberi masukan.
Manusia mana pun tidak luput dari kesalahan. Persahabatan suami-istri akan mengantarkan setiap pasangan untuk saling menjaga yang satu dengan yang lainnya dari kesalahan, baik yang disengaja maupun yang tidak.
Saling memberi nasihat merupakan wujud suatu hubungan yang saling mencintai karena Allah Swt. Sebab, tujuannya adalah menjaga ketaatan kepada Allah Swt. dan menjauhkan pasangannya dari melakukan kemaksiatan kepada-Nya. Nasihat yang disertai dengan komunikasi yang makruf, tepat waktu, dan tepat pula caranya akan membuat pasangan yang dinasihati merasakan kesejukan dan ketenteraman dalam menerima masukan.
3. Menjalin komunikasi yang intens dengan suami.
Komunikasi juga menjadi faktor penting terpeliharanya hubungan yang baik dengan suami, saling percaya, dan tidak kaku. Komunikasi adalah jembatan pembentuk kepercayaan. Dengan komunikasi, pasangan suami-istri akan lebih bisa menentukan langkah ke depan untuk semakin bisa mendekatkan diri kepada Allah sehingga kebahagiaan yang hakiki akan terwujud. Lebih dari itu, komunikasi yang intens menjadi salah satu kunci utama dalam sebuah pernikahan yang akan mencairkan hubungan antara suami dan istri, dan akan semakin memudahkan langkah bersama untuk mencapai tujuan bersama.
Ketika istri berupaya untuk mendekatkan keluarga kepada Allah dan terkomunikasi dengan baik kepada pasangan, maka langkahnya akan semakin mudah kepada tujuan. Sebaliknya, tanpa komunikasi yang baik, maka akan sulit atau butuh waktu yang lebih panjang untuk sampai kepada tujuan.
4. Menyemangati untuk menuntut ilmu dan memperbanyak amalan sunah.
Untuk memahami Islam, mengharuskan kita untuk menuntut ilmu. Ada baiknya istri selalu menyemangati suami untuk menuntut ilmu, bahkan bisa dilakukan bersama. Dengan demikian akan semakin paham Islam dan akan makin mudah untuk mengaplikasikan dalam kehidupan. Selain itu, kita pun harus menghiasi rumah kita dengan membiasakan melakukan amalan-amalan sunah, seperti membaca Al-Qur’an, bersedekah, mengerjakan salat sunah, dan sebagainya.
Penting bagi seorang istri untuk terus memotivasi suami untuk bersama-sama melaksanakan amal kebaikan ini. Terlebih ketika tahajud, istri bisa membangunkan suami, lalu bersama-sama membangunkan anak-anak untuk melakukan salat tahajud bersama. Kemudian memanjatkan doa bersama, dilanjutkan dengan salat Subuh berjemaah, baik di rumah atau di masjid.
Alangkah baiknya jika diikuti dengan memperbanyak sedekah dan berzikir kepada Allah. Ini semua akan semakin mendekatkan kita dan suami kepada Allah Swt. dan hal ini insyaallah akan semakin menguatkan kita dan semakin bersemangat dalam menjalani kehidupan.
5. Istri yang cerdas Selalu mendoakan suami.
Saling mendoakan merupakan hal yang penting dalam sebuah keluarga, terlebih untuk pasangan kita. Dengan doa yang tulus, agar Allah senantiasa menjaga suami kita dalam menjalankan syariat Islam dan senantiasa dekat dengan Allah. Kekuatan doa dari istri merupakan senjata terbesar dan terampuh dalam setiap langkah dan usaha suami.
Rasulullah saw. mengatakan, “Sesungguhnya doa yang segera dikabulkan adalah doa seorang istri kepada suaminya yang tidak berada di tempat yang sama atau saling berjauhan.” (HR Tirmidzi)
Baca Juga : Pilih Tetangga Sebelum Rumah
Kepada siapa lagi kita memohon, kecuali hanya kepada Allah semata. Suami kita sesungguhnya adalah milik Allah, Allahlah yang menggenggam hati suami kita. Dia pula yang Mahakuasa untuk mengubah dan memperbaiki mereka, tentu saja dengan kita tetap berusaha.
Hanya kepada Allahlah kita memohon dan meminta pertolongan. Semoga Allah selalu menjadikan suami kita orang yang selalu dekat dan taat kepada-Nya, bertanggung jawab terhadap keluarganya. Semoga Allah selalu menjaga dan melindungi suami kita dalam situasi dan kondisi apa pun. Aamiin yaa mujiibas saailiin.
Khatimah
Memang bukan hal mudah untuk menjadi istri yang cerdas, istri yang selalu mendekatkan suami kita kepada Allah Swt., tetapi bukan pula hal yang sulit sehingga tidak akan tercapai. Karena tidak jarang, kita para istri justru menginginkan agar suami kita lebih dekat dengan kita, padahal ada yang berhak atasnya yaitu Allah Swt..
Dengan suami kita–dan juga kita para istri– selalu dekat dengan Allah, artinya selalu menjadikan kecintaan kepada Allah di atas segalanya dan hanya takut kepada Allah. Dengan bekal ini semua, maka suami kita sebagai pemimpin keluarga akan bisa membawa kita dan seluruh keluarga kepada keberkahan dan surga-Nya. Insyaallah, amin. Wallahualam bissawab. [MNews/Rgl]
Sumber : Muslimahnews.net