Semangat ummat untuk kembali kepada syariah patut kita apresiasi setinggi-tingginya. Mulai dari behijab syar’i hingga kredit rumah syar’i. Hunian di lingkungan yang Islami jadi trend yang akhirnya dicari-cari banyak pembeli property.
Namun, shobat Ahsana perlu berhati-hati, di tengah-tengah bermekarannya property syariah belakangan ini, kami ingin kabarkan fakta dan konsekuensi yang harus dipahami dari KPR di Bank Syariah, karena beberapa akad transaksi property yang digunakan di Perbankan Syariah sekarang, faktanya belum sepenuhnya sesuai dengan ketentuan syar’i.
Upaya menghindari jeratan riba saat ini kian populer di kalangan masyarakat Muslim. Juga tak sedikit masyarakat non-Muslim yang ikut bersimpati dengan budaya dan cara hidup Syar’i. Termasuk trend membeli rumah Syariah. Maka tak heran jika kini KPR Syariah mulai dilirik banyak orang, meskipun realisasinya ada sedikit perbedaan mendasar. Setidaknya ada dua jenis KPR yang sama-sama mengusung konsep Syariah dengan metode yang tidak sama.
Pertama adalah KPR Syariah yang transaksinya hanya melibatkan Dua Pihak saja, yaitu pembeli dengan developer.
Kedua adalah KPR Bank Syariah, dimana transaksinya melibatkan Tiga Pihak, yaitu pembeli, developer, dan Bank Syariah sebagai pihak ketiga.
Hal tersebut pernah disampaikan oleh Ust. Shiddiq Al Jawi dalam Kajian Fiqih Muamalah (Mudir Ma’had Hamfara Yogyakarta).
Ketika kita mengajukan KPR Bank Syariah, maka ada beberapa akad yang akan digunakan, yaitu:
KPR Syariah Jual Beli (Murobahah).
KPR Syariah Kepemilikan Bertahap (Musyarakah Mutanaqishah).
KPR Syariah Sewa Beli (IMBT / Ijarah Muntahiyah bit Tamlik)
Dari akad-akad tersebut, kita akan dapati beberapa hal yang perlu diperjelas hukumnya di KPR Bank Syariah ini dari sudut pandang hukum Islam yang sempurna. Persoalan yang perlu dikritisi antara lain:
#1 Akad Sewa Beli atau Murobahah dalam KPR Bank Syariah
Murobahah adalah jual beli rumah antara bank syariah dengan nasabah dengan harga dan marjin profit yang telah disepakati. Saat dilakukan traksaksi, terdapat tiga pihak yang terlibat, yaitu:
Nasabah,
Bank syariah,
Developer.
Ada beberapa tahapan saat akan mengajukan KPR Bank Syariah. Pertama, nasabah mengajukan permohonan atau permintaan kepada Bank untuk dibelikan rumah. Kedua, Bank membeli rumah dari pihak developer secara kontan.
Selanjutnya, bank menjualkan kembali rumah tersebut kepada nasabah secara kredit. Pada tahap ini terdapat marjin profit atau tambahan keuntungan yang disepakati bersama dan juga dibayarkan secara kredit. Misalnya, Bank membeli rumah kepada developer seharga 100 juta, kemudian dijual kembali kepada nasabah misalnya sebesar 150 juta dibayar 2 tahun.
LARANGAN AKAD KPR SEWA BELI
Ketika akad murobahah, bank belum memiliki rumah nya. Sehingga bank menjual barang yang tidak dimilikinya. Berdasarkan mekanismenya, akad dilakukan pada tahap pertama, padahal rumahnya belum ada. Rumah baru dibangun saat tahap kedua. Mungkin banyak yang menganggap bahwa akad yang dilakukan pada tahap ketiga, padahal kenyataan dilakukan saat tahap pertama.
Disadari atau tidak oleh pembeli. KPR di Bank Syariah terjadi penggabungan dua akad dalam satu transaksi jual beli, yang itu dilarang dalam syariah Islam.


Akad murobahah di Bank Syariah ini sebenarnya tidak menggunakan akad tunggal, tetapi akad ganda. Pertama bank membeli rumah dari developer (akad pertama), setelah itu, bank menjual lagi kepada nasabah (akad yang kedua). Nah, kedua akad ini diikat menjadi satu kesatuaan. Sehingga, secara umum murobahah ini bisa dianggap “bermasalah”. Murobahah yang diamalkan di bank-bank syariah sekarang bukan murobahah klasik yang sudah dibahas dan dipraktikan para ulama, tapi termasuk murobahah kontemporer yang sama sekali baru.
Istilah Murobahah memang telah disebutkan pada kitab fiqih lama, namun manathnya (sebab, alasan) memiliki perbedaan dengan muamalah yang diterapkan oleh bank syariah sekarang. Suatu kekeliruan, jika kita menganggap murobahah yang diamalkan di perbankan syariah yang ada saat ini dengan murobahah yang dijelaskan oleh para ulama terdahulu adalah hal yang sama.
#2 KPR Bank Syariah Kepemilikan Bertahap (Musyarakah Mutanaqishah)
Musyarakah Mutanaqishah didefinisikan sebagai akad jual beli dimana bank dan nasabah berkontribusi/ kongsi modal dengan prosentase tertentu dan nasabah kemudian membeli “saham/ bagian” milik bank secara bertahap sehingga kepemilikan berada sepenuhnya di tangan nasabah.
Misalnya ketika seseorang akan membeli rumah seharga 100 juta, namun ia hanya memiliki uang 50 juta. Maka orang ini mengajukan permohonan atau permintaan kepada bank untuk menutupi kekurangan yang 50 juta ini. Sehingga terkumpulah 100 juta dari hasil iuran. Lalu dibelikanlah rumah seharga 100 juta.
Kepemilikan rumah ini sebenarnya kepemilikan bersama, namun nasabah tersebut kemudian membeli porsi kepemilikan bank syariah secara bertahap. Misalnya pada cicilan pertama sejumlah 10 juta, sehingga terjadi perubahan persentase kepemilikan yang semula 50% menjadi 60%. Dan begitu seterusnya hingga status kepemilikannya berubah menjadi 100% milik nasabah.
Sebenarnya Musyarakah Mutanaqishah tergolong “bermasalah”, hukumnya haram, dengan beberapa alasan. Pertama, pada prakteknya tidak jauh berbeda dengan bank konvensional. Pada KPR Bank syariah, pihak bank tidak memberikan kontribusi atau iuran, tetapi memberikan pinjaman atau qardh. Bank hanya menambah dp yang sudah dibayar nasabah saja.
Alasan kedua, akad ini termasuk multi akad. Padahal multi akad hukumnya haram. Gabungan dari akad syirkah (amlaq/ kepemilikan) dengan jual beli. Jual belinya tidak sekali namun berkali kali, sampai kepemilikannya 100% milik nasabah. Bahkan ada akad ketiga yaitu bagi hasil.
#3 KPR Syariah Sewa Beli (IMBT / Ijarah Muntahiyah bit Tamlik)
KPR Syariah Sewa Beli adalah akad dimana bank syariah menyewakan rumah kepada nasabah dalam jangka waktu tertentu dan pada akhir jangka waktu tersebut bank menjual rumah itu kepada nasabah.
Kritik terhadap akad ini adalah adanya multi akad, yaitu akad sewa menyewa yang disandingkan dengan akad jual beli.
Kesimpulannya, ada beberapa hal yang masih perlu dikritisi dari KPR Bank Syariah. Dikarenakan dari tiga akad yang digunakannya masih bermasalah, yaitu Murobahah, Musyarakah Mutanaqishah,dan Ijarah Muntahiyah bit Tamlik. Lalu bagaimana solusinya? Silahkan kunjungi Akad KPR Syariah yang direkomendasikan.
One Comment
Alhamdulillah